senyum itu.


dalam kelelahan aku mengaku.
mencari senyum untuk sebuah kepenatan.
entah sudah berapa kali aku merasakan perasaan ini.
menyerah.
menyerah.
menyerah dan menyerah.
mencari jawab dalam sebuah kelelahan.
entah entah entah.
entah kapan senyum itu akan kudapatkan.
haruskah kembali menanyakan Tuhan.
sepertinya begitu.'tapi lagi lagi..
aku mesih menjadi orang kerdil yang belum siap kembali kepada Tuhan.
maaf Tuhan.. Maaf kan aku untuk sebuah senyuman.

dua bidadari.


aku meratup ke dalam kesadaranku.
ternyata aku berada diantara dua bidadari
berada ditengah, dengan aku dibelakangi oleh mereka.
Aku menatap kedepan.
menatap hampa kedalam cinta.
Jatuh hati kepada dua bidadari
yang perasaannya tak pernah terpatri oleh takdir.
Kutatap ke sebelah kiri, satu bidadari ditemani malaikat yang tampan.
Entah, aku tak tahu itu kekasihnya atau tidak.
Kutatap satu lagi, yang tertutup dalam satu sendiri.
Tapi bukan berarti dia tak ditemani.
Hatinya telah tercuri oleh satu hati.
Aku berjuang hari demi hari.
Mendapat cinta dua bidadari.
ternyata langit tak lagi berarti, saat matahari kehilangan ari ari.
Meratap kembali ke dua bidadari
yang telah pergi kedalam riak hari.
Tapi itu tak berarti,
bahwa cinta telah pergi.
Pergilah matahari.
Pergilah mencari kekasih.

-untuk dua bidadari tak tergapai-


dalam malam riuh kota, aku melihat ke sosok seorang gadis.
aku sedang berjalan ke satu spot di sebuah pusat perbelanjaan yang menyediakan malam musik jazz setiap jumat.
aku melihat gadis itu. diantara dua pemuda yang sebaya dengannya.
aku cemburu, membayangkan dirinya,gadis ceritaku, diapit oleh dua orang pemuda.
Gadis yang diapait dua pemuda itu memang bukan dia, tapi entah mengapa aku seolah melihat sosok gadis ceritaku itu berubah menjadi sesosok gadis berbeda.
Dia telah berubah menjadi sosok gadis yang kutemui malam ini.
Mereka bertiga meninggalkan tempat itu tepat saat aku juga baru berpura pura hendak meninggalkan temapat itu untuk melirik sedikit ke gadis berpakaian hitam itu.
aku melangkah pelan dibelakang mereka. Berharap tidak menjadi bahan curiga oleh mereka.
Aku mengikuti tanpa mengerti mengapa aku mengikuti tanpa mengerti kenapa aku mengikuti mereka. mungkin karena gadis yang mirip gadis ceritaku itu.
Aku telah terobsesi pada sosoknya. Sosok tidak idealis yang juga tidak cantik. Materialistis. Tapi aku tahu, dia adalah seorang gadis yang tidak pernah lupa makna cinta sebenarnya.
Dia itu hanya bertopeng. Aku telah membuat opini positif oleh obsesi gila ku akan sebuah cinta dari sesosok gadis cerita.
Aku kehilangan dia. Tapi aku yakin aku tetap bersamanya. Hingga malam tak lagi menjelang, dengan bintang yang telah hilang.
Aku berjalan dalam pekat malam bersapa oleh kabut kelam asap kotor perkotaan. Bahkan malam pun telah kehilangan kesegarannya. Kesegaran malam yang disambut angin lembut pembawa penyakit malam. Aku telah kehilangan malam itu disini. Di kota kecil yang sangat bertabur dengan gemerlap kemewahan. Aku telah kehilangan malam yang penuh cerita dengan sosok gadis ceritaku. Aku rindu dia. Gadis cerita yang tak tergapai.

-sambil menahan nafasku agar perlahan malam melambat mengurangi gerakan bumi yang terus berputar terlalu cepat-


terkadang aku sendiri bingung dengan apa yang kutulis
hanya bermodal kepernatan yang ada di kepala
lalu muncul kata kata yang entah berarti entah tidak.
menulis seperti telah menjadi sebuah nafas.
tapi nafas yang hanya terhembus disaat tertentu saja
hanya menunggu datangnya sang waktu yang mencoba menggelitik akal.
Menulis belum menjadi nafas bagiku.
belum menjadi nafas seperti yang dimiliki mahluk mahluk yang hidup
belum menjadi seperti sebuah detak jantung yang tak pernah berhenti
masih seperti kepak kupu kupu yanh terkadang berhenti.
dan mata yang akan selalu berkedip.


hanya seorang penulis mimpi
-ditulis dalam rumah kayu hangat disamping perapian dengan ditemani segelas coklat beku-

pemilik hidup

Foto saya
pemilik hidup yang mencintai air, perjalanan dan kebebasan. Sekarang sedang menjadi perayap yang berjalan lamban sekali di sebuah tempat formal